Alam Takambang Jadi Guru

Mari berguru pada alam yang terhampar…

Belanja hati

19 Komentar

Abang, Ufi dan Uqan sering meledekku, “Mama ini nggak Ibu-ibu banget, nggak suka belanja, nggak suka ke pasar…aneh…!” katanya. Nggak tau juga apa penyebab asal dan asli aku nggak suka pasar, termasuk mal. Alhamdulillah si abang tersay say itu mau belanja, menurut kesepakatan kita, lebih efisien kalau Abang yang belanja setelah mengantar Uqan sekolah, pasarnya dekat sekolah Uqan. Sementara itu aku bisa masak dsb di rumah sebelum ke kantor. Yah aman deh aku, amiin 🙂

Walau kadang-kadang terpaksa ke mal juga sih, nganterin anak-anak dan nyari kebutuhan bulanan. Satu saja belanja yang aku suka, beli buku hehe….tapi itupun terbatas karena buku mahal (bukan berarti aku berhenti baca lo!), dan bayangan hutan yang semakin habis gara-gara buku. (Bayanganku, ke depan kita nggak usah pakai buku dari kertas lagi, cukup pakai gambar/tulisan yang langsung muncul di depan kita [semacam hologram gitu loh}, jadi cukup satu saja master bukunya. Haiyah aku kurang ngerti nih tekno-nya. Pokoknya ada cara beli tersendirilah, namanya super super modern. Lho kok jadi ngelantur???)

Mungkin belum genap 5 hitungan jari aku pernah ke Pasar Petisah selama beberapa tahun tinggal di Medan (2000-2003, 2005-2008), padahal dekat rumahku. Pernah kesana sewaktu memasok bantuan tsunami Aceh dulu, diajak teman. Sabtu kemarin aku ke pasar Petisah, mau beli pakaian dalam untuk Nay dan Uqan, susah nyari yang lusinan di Mal, apalagi yang murah :D. Baru kali ini Pasar kok terasa berarti, rasanya memperoleh kenikmatan tersendiri saat menyusuri lorong-lorong yang agak panas, listrik mati, melihat-lihat jualan yang bermacam ragam, heran ternyata pasar Petisah rame banget hehe…

Setelah mutar-mutar musing-musing karena nggak tahu tempat jual pakaian anak, akhirnya dapat juga. Aku memang tak mau bertanya, karena ingin tersesat sekalian melihat-lihat pasar hehe…

Dan hikmah yang terindah adalah saat aku menyadari betapa banyaknya orang-orang yang lebih sulit hidupnya dari aku, namun tetap tegar berusaha. Aku? wah nggak ada apa-apanya deh. Habis beli kebutuhan anak-anak, aku ‘nyangkut’ di penjual bunga, mana tahan aku melihat mawar merekah, salut melihat si penjual yang masih remaja mau berusaha–walau fasiltas dan modal seadanya. Ternyata dia bawa hanya pakai dua keranjang yang diikat lalu dipikul. Kemudian bertemu banyak pedagang kecil menjual pakaian di kaki lima– teringat cerita-cerita adikku yang ruang gaulnya dengan orang-orang the haves, yang bisa ‘iseng’ belanja 1-2 juta sekali shopping, hanya sambil nunggu anak pulang sekolah. Coba Ibu-ibu kaya itu sesekali belanja di kaki lima ya, kalau gengsi mau dipakai sendiri, mbok ya buat disedekahkan. Kan bisa membantu para pedagang kecil ini. Aku lihat banyak juga barang kaki-lima yang bermutu baik kok.

Asyik sendirian mutar-mutar, makan siang–Sate Padang dong–:D. Selama makan, mungkin ada 10 pedagang bergantian menawarkan dagangannya, mulai dari anak-anak yang menjual kerupuk kulit yang pas dengan sate padang, menawarkan sate kerang, puyuh, jengkol khas medan, sampai kemoceng. Mungkin sebagian orang akan merasa terganggu ya, tapi mungkin aku lagi baik, bukan terganggu kok malah merasa kasihan ya, pengen beli semua yang ditawarkan, aku tidak butuh dan uang terbatas. Aku hanya beli kerupuk dan kemoceng, butuh memang.

Mereka seperti memberi pelajaran hidup bahwa banyak rakyat kecil yang jualannya kecil-kecilan, tapi usahanya besar-besaran, dengan susah payah, maksudku. Dan hasilnya juga kecil mungkin, namun mereka tetap berusaha mencari pendapatan yang halal. Mereka lebih mulia daripada orang kaya, yang memperoleh kekayaan dari sumber tak jelas, korupsi, menipu, memaksa… Aku hanya bisa membatin dan yakin Tuhan sayang pada orang-orang yang jujur dan mau berusaha. Walau tiba-tiba teringat obrolan dengan sohibku Oeban: “Memang sih seperti kata Bapak ‘Anu’, naiknya BBM tidak menambah jumlah orang miskin, gimana mo nambah, lha mereka kan pada mati!”, kata Oeban. Paling-paling jumlah anak jalanan yang nambah, seperti yang kulihat bertambah akhir-akhir ini, setiap pulang kantor. *membatin*

19 thoughts on “Belanja hati

  1. pengunjung restoran mewah kasian melihat pedagang keliling yg menjajakan jualannya di jalanan yang panas dan berdebu.

    ga taunya si pedagang lebih kasian lagi ngeliat pengunjung restoran itu. “duh, mereka terpaksa memakan yang bukan haknya. dan lebih tragis lagi, mereka terlihat begitu nyaman dengan dosa-dosa itu.”

    ada cerita “lucu” nih, ni…

    seorang pengemis mendatangi sebuah rumah mewah berpagar tinggi. pagarnya terbuka, si kaya pemilik rumah kebetulan sedang berdiri di situ.

    “pak, minta 5 ribu dong, belum makan dari pagi.”
    “ga punya!”
    “ya udah, 3 ribu aja pak, nanti saya cari tambahannya.”
    “ga punya!”
    “seribu deh pak, tolonglah.”
    “ga punya!”
    “yaah, 500 rupiah pak?”
    “ga punya!”
    si pengemis menarik napas lega. “alhamdulillah, saya pikir saya orang paling miskin di dunia. ga taunya bapak lebih miskin lagi, 500 rupiah aja ngga punya.”

    pas sekali ito. kdg2 kita, (eh aku kali ye :D) merasa lebih tahu ttg diri orang lain, padahal walau miskin belum tentu mereka tak bahagia. malah kebanyakan mereka ikhlas dan bersyukur menjalani hidup, gak neko2 gak puny ekspektasi macem2, jadinya ya sesuai ekspektasi di HATI & kepala mereka (aku yakin) mereka lebih bahagia.

  2. To postingan Mey matching denga peumpamaan Toga … jadi renungan

    utk belajar gak perlu sekolah kepribadian kali ya pak :d

  3. kalo aku selalu dan selalu pengen kepasar terus, bukan apa2.., aku pengen bisa selalu membantu ibuku yg jualan di pasar…

    wah salut, lelaki yg sayang Ibu biasanya lelaki baik loh.

  4. barangkali itu adalah realita yang kita hadapi sekarang . tapi apa harus didiamkan saja tanpa ada aksi kecil dari diri sendiri ?
    hmmm bermimpi tentang Indonesia yang indah , damai dan makmur

    insya Allah lakukan yg kita mampu bang. tak perlu ada yg tau yah

  5. Uni,..postingan yang membatin,..memang benar uni,..
    kadang banyak pelajaran berharga kita dapatkan dijalanan.

    alam takambang jadi guru kato niniak moyang kito avar 😀

  6. Hai, makasih sdh kembali mampir setelah sekian lama 🙂

    Hmm, posting yg menggugah.. memang banyak potret ttg kehidupan yg kita dapat justru dari pengalaman keseharian..
    Ada yang berlimpah materi, tapi justru miskin hati.. 🙂

    Salam,
    Tusuk Gigi

  7. Mas Tugi: nice to get in touch again mas 🙂

  8. aku paling seneng belanja ke pasar, apalagi pasar tradisional yang becek. dulu banyak belajar motret di lokasi seperti itu, sambil ngajak ngobrol pedagang yang kelihatannya seneng-seneng aja walaupun kerja keras setiap hari (kecuali kalau ada penggusuran pasar, mereka pasti jadi keras).

    kesukaanku main ke pasar, mungkin karena sejak kecil sering diajak belanja sama ibuku. biasanya, aku paling senang mampir (kadang dititipkan ibuku) di tempat penjual ikan. takjub rasanya melihat ikan bisa bermacam-macam jenisnya.

    kenangan indah ya tja, aku gak tau napa kurang suka pasar ya? mungkin krn aku males di tengah2 orang ramai 😀

  9. sudah lama tidak ke pasar tradisional. dulu selalu ikut ibu kala belanja.

    wah byk yg punya kenangan dg Ibu yah, salam kenal ya mas, thx dah mampir 🙂

  10. wah ternyata sate padang nya ga ketinggalan ya… pasti enak ya

    hmm jadi taringek baliak hehe 😀 iyolah lamak bana cat.

  11. Untuk kebutuhan dapur memang lebih bagus di pasar tradisional, lainnya wempi lebih suka belanja ke pasar dengan harga yang sudah tertera ato harga pas, kalo ke pasar tradisional wempi sering ketipu harga padahal sudah ditawar setengah harga yang dipatok penjualnya eh ternyata masih mahal juga, maaf…

    hihi emang gitu wem, kalao aku sih taksir harga barangnya brp, kalau dia nggak mau ya pergi 😀

  12. bersyukur, bersyukur, bersyukur….

    amin, amin, amin 🙂

  13. saat melihat orang-orang disekeliling kita, pasti jadi lebih bersyukur akan nikmat-Nya…

    iya mbak, kdg terlupa 🙂 thanks dah mampir ya, salam kenal 🙂

  14. iyah, aku tau kamu ‘pindah rumah’ setelah sekian lama yah 🙂
    lebih nyaman terasa koq rumah baru ini 🙂 hehehe…

    ketemu lagi mei, thanks yah dah ke sini lagi, sering2 ya!

  15. hiyaaaaaa…..hahahaha……sama deh, aku juga gak suka belanja……..tp krn hrs masak, ya ke tk sayur aja….hehehehe

    oh ada teman aku, jangan2 gara2 yg kamu ceritain itu heheh 😉

  16. aku suka juga ke pasar tradisional, kalo belanja di supermarket mata jadi tak terkontrol hahaha.. penampilannya bagus-bagus 😀
    Di pasar tradisional suasana lebih akrab, bisa tawar menawar, bisa bilang “bu cabe 500 sedapetnya” 😀 , plus pulang dapet oleh-oleh keringat dan lumpur di kaki hehehehe..
    asiknyaa…..

    hm aku mulai suka pasar keknya neeh 😀

  17. salam knal ajah dari malang 🙂

  18. kalo aku, kalo lg jalan2x keluar kota, suka ke pasar basah. tapi waktu di batam, gak suka ikut nyokap ke pasar hehhe abisnya becek.

    eh headernya adem….

  19. Sebagai anak muda yang dibesarkan di jaman modern (halah…) awak gak terlalu sering ke pasar tradisional, kecuali kalau disuruh ibu aja beli ayam potong plus langkok-langkok-nya bentar. Kalau buat kebutuhan harian di tempat kost, kok lebih enakan minimarket yah?

    Salah satu alasannya karena awak gak bisa menawar. Takutnya malah ketipu.

Tinggalkan komentar