Alam Takambang Jadi Guru

Mari berguru pada alam yang terhampar…


4 Komentar

Sajak yang menyapa di reranting

melangkah di bawah jajaran mahoni

mimpi bergelantungan pada pucuk-pucuk daun hijau muda

bagai puisi

warna-warni memenuhi ruang imaji

harap mengembang serupa aroma kembang tanjung disisi Mahoni

meruap  lembut kenafasku

sungguh bahagia itu adalah syukur padaNya

yang telah memberi semua

sepertimu mahoni

aku ingin berdiri kokoh senantiasa

tegar dari terpaan angin

udara bertuba

sabar menerima coba

memberi udara murni pada manusia.

Catatan senja

PondokCinta–Darussalam, Oktober 9,  2015. 16.46


11 Komentar

Sebait lagu berdenting miris di benak; they feel they are cool, in fact fool

Jalan-jalan di kota, kosmopolitan

banyak yang berlomba

dengan penampilan

perankan gaya hidup borjuis

berlagak kaya

meski kantong menangis

sana sini mengais

mengemis-ngemis, menjilat atasan

senggol kanan kiri, asal bisa ke atas

bersaing untuk kekuasaan dan kemewahan

ada juga yang berlomba-lomba

bergaya dengan mobil mewah

dengan uang siluman, entah dari mana

tak sudi berjalan kaki

katanya gengsi

setidaknya berkendara

sepeda motor

mendayung sepeda? ah gengsi!

hari ke hari memboroskan energi

melubangi perut bumi

mengotori udara dengan polusi

tanpa rasa bersalah, pedulipun tidak

banyak orang berlagu

gaya hidup maju, padahal dungu

banggakan gengsi, gaya hidup materialisme,

membeli yang tak perlu

konsumerisme

tak sadar leher terjerat kapitalisme

ada yang memaksa

meski hutang di sana sini

meski diam-diam menggerogoti lumbung negeri

uang haram jadah milik ibu pertiwi

pakaian berlebihan

katanya gaul

jangan sampai ketinggalan mode

tak sekalipun ingat

dari mana pakaian di dapat

betapa banyak limbah industri kotori bumi

cemari sungai, danau, laut

banyak berlagak

nongkrong di tempat mahal, belanja berlebihan

minuman modern, makanan masa kini

berbungkus kertas, atau plastik

sekali pakai, buang ke mana saja

jutaan ton kaleng, botol untuk sekali teguk

efisiensi untuk industri

bencana buat bumi

kemiskinan buat anak negeri

snack, soft drinks, kosmetik, berbagai merek

dilempar ke pasar, dengan jumlah dahsyat

menjadi ular membelit ekonomi rakyat

kerakusan dunia materi, masyarakat dilumat

tak pernah tahu hutan-hutan dibabat

menjadi jutaan ton bahan mentah

untuk sekeping coklat, sewaktu rehat

yang diolah dari kebun-kebun sawit khatulistiwa

negeri kita

dengan merambah hutan-hutan perawan

milik anak-anak masa depan

kini, kawula telah memanen hasilnya

bencana, bencana, bencana

sengsara rakyat jelata!

lalu mengapa menangis

takkan merubah apa-apa

lakukan saja

apa yang kau bisa asal berguna!

RumahCinta—Ayahanda Medan, 10 April 2010

NOTES:

Buat Tisna Nando, my buddy yang selalu berjuang untuk bumi. They feel they are cool, in fact fool! I do not have such good photo to get together with this post, do you have one?

Cemana neeh sis, buat lagu kepanjangan yah? Bahasanya juga terasa rada meradang. Susah sih, kalau aku nulis mengalir begitu saja…Next time I try the short one. Atau musisi kita Bang Boy cs bisa mengolahnya? With my pleasure, you could revise it into any form…:)

Let’s go green!

PLEASE SEE THIS COOL LINK