Alam Takambang Jadi Guru

Mari berguru pada alam yang terhampar…

Purely human

13 Komentar

Walaupun di ToR (Term of Reference) pekerjaanku sekarang tidak ada pekerjaan translation, terpaksa kuterima sebab susah mencari orang yang mau mengerjakannya dengan harga yang sesuai. Apalagi Indonesia into English. Banyak yang menolak.

Sedikit bersungut-sungut (dah kek belalang deh tumbuh sungut), aku kerjakan di rumah di sela-sela aktivitas full sebagai Ibu RT. Sebenarnya aku paling malas membawa pekerjaan kantor pulang, waktu di rumah seharusnya spesial untuk keluarga—tapi apa boleh buat, aku tak puya alasan lagi untuk menolak, apalagi kalau diminta bantuan dengan sangat santun….Coba aja kalau itu dengan gaya diktator, pasti kucuekin

Aku sudah cari teman online & offline yang mungkin mau, ada sih yang bisa, tapi keberatan soal waktu dan harganya mahaaal….. Rp 100,000-an per halaman. Itu pun dengan keyakinan—translation-nya pasti butuh kami edit lagi. Nah daripada akhirnya kembali ke aku juga, mending kerjain aja deh. Soalnya ini ESP, English for Special Purpose, khususnya terjemahan dari dokumen kehutanan-konservasi ke dalam bahasa Inggris. Perlu orang yang bisa berbahasa Inggris tertulis dengan baik dan ilmu bersangkutan. Dari pengalaman terdahulu, hasil terjemahan keluar pasti mengecewakan kalau tidak bisa dibilang hancur. Pernah kami memakai lembaga terkenal di Jakarta yang bayarannya jutaan rupiah, hasilnya nihil. Semua yang membaca terjemahan itu tertawa ngakak, *icon-nya guling-guling*, misal saja yang masih kuingat: elephant husbandry = persuamian gajah. Seharusnya = pemeliharaan gajah (perawatan, manajemen secara keseluruhan, termasuk perkawinan, tergantung konteks buku). Musth = gajah riang gembira, seharusnya = gajah birahi. Apa gak ngakak?

Menerjemahkan ESP butuh pendamping yang mengerti bidang yang diterjemahkan, atau memang yang bersangkutan mengerti ilmu tersebut, kalau tidak jangan coba-coba, misalnya menerjemahkan dokumen kedokteran cara mengoperasi misalnya, kalau asal-asalan pasien bisa mampus! (hehe gak bakal kejadian sih, kidding aja dr kita kan hebat2). Aku pernah menerjemahkan–setengah mati susahnya–dokumen kedokteran hewan cara menyuntik dan menembak hewan dengan dosis obat bius yang pas, dsb. Untuk tujuan pengobatan hewan yang sakit, gajah, harimau. Nama-nama alatnya saja nggak ngerti apalagi bagian-bagian senjata. Untunglah ada si Bos yang memang veterinarian tempat konsultasi, akhirnya beres!

Dari semua pekerjaanku, ESP-translation—Indo-English, kuanggap yang paling berat, karena butuh waktu banyak dan ketelitian. Biasanya aku melakukannya 4-5 kali, 1) draft awal tanpa kamus, 2) second check dengan kamus English-English (diction), 3) content check dengan buku referensi ataupun di internet (ilmu yang bersangkutan), 4) structural check, (tenses), dan 5) proof read kalau memungkinkan. Untuk poin 5 perlu orang yang Inggrisnya bagus (kalau perlu guru bahasa Inggris native speaker), plus orang yang ngerti ilmu ESP-nya.

Aku sendiri bukan hebat apalagi sok hebat, mengerjakan translation semaksimalnya juga dengan bantuan orang lain, khususnya ESP. Kalau diambil perbandingannya seperti ini: Walau orang Indonesia yang bisa menulis, belum tentu kan bisa mengerti dan menulis dengan baik suatu ilmu tertentu, juga soal standar bahasanya, kalau hasil terjemahan kita dicek oleh guru Bahasa misalnya, dari 5 guru pasti menghasilkan 5 pendapat berbeda, bahkan 10. Makanya aku pede aja kalau translate, asal mencoba mencapai received English. Kalau mau pas sekali tentunya susah, makanya ada Indonesian English, Singapore English, Black English, dsb. Kalau kata temanku, untuk bisa punya ‘rasa bahasa’, kamu harus bisa ‘Bed English’ alias seranjang atawa kawin dengan orang yang berbahasa Inggris or tinggal di English speaking country hehe. Just guyon! Padahal itu juga tidak menjamin dia bisa nulis English dengan baik loh.

Dari pengalaman, jika pekerjaanku dicek oleh native English speaker, sama hasilnya; 5 orang ngecek, 5 hasil beda. Makanya cuek aja lagi, dimana-mana bahasa memang gitu nggak akan ada satu standar pasti, asal jangan ngawur.

Menurutku translation tidak bisa dikerjakan mesin/tools apapun 100%—menerjemah adalah purely human—karena terjemahan itu ‘otakwi’ sekali. Sejak jadul aku sudah mencoba berbagai transtools, kalau searching dengan google translate pun aku bingung, malah lebih mudah memakai bahasa paman Sam. Hasilnya kebanyakan bikin ngakak, tapi untuk mengurangi waktu ada kata-kata yang bisa diambil sih. Mayan. Terakhir kemarin nyoba ini, hasilnya mayan….ngaco!

Bener ya Uur terjemahan itu manusiawi sekali kan. Aku tak yakin mesin bisa men-translate dengan baik sebab bagi yang biasa menerjemah, pasti tahu bahwa otak berputar-putar dulu ke banyak hal untuk memilih sebuah kata (diction), ada pertimbangan yang rumit menyangkut banyak hal termasuk culture, social, sciences, dsb…

Atau ada yang pernah memakai ‘mesin’ terjemahan yang hebat? Setidaknya 90% tepat?

Ini ada bacaan tentang penerjemah, bagus 🙂

Rumahku, Ayahanda–Sendok, Medan 2 Nov 2008

13 thoughts on “Purely human

  1. kalo wempi biasanya cari uni-uni di internet, rayu dikit trus di translate deh, gratis :mrgreen:

  2. sini tak transletnya, tapi ancur2an haha. ada juga gogel translate tp namanya juga mesin jadi ya maklumlah ada eror2nya kadang.

  3. ngakak bacanya meiy, bisa-bisanya ada terjemahan ‘persuamian gajah’.

    tapi menerjemahkan hingga mendekati persis sama dg aslinya tidak mudah. apalagi untuk istilah-istilah tertentu.

    wah, selamat ya meiy, mampu melakukan sesuatu yg sulit dg baik.

  4. kata temanku, “kamu aja gak becus bahasa inggris, gimana mau translate”. jadi malu udah gede, eh salah, mau tua begini bahasa inggri-nya payah. belajar, aaah…

  5. kita sering berkecil hati dg kemampuan bhs. inggris kita. padahal banyak lho warga negara lain yg juga payah. bedanya mereka tidak mencela temannya yg belum bagus bhs inggrisnya. kalau di desa saya, orang mau bersungguh2 belajar bhs jawa tetapi belum lancar, maka diketawain gak malah dibantu. untuk urusan bhs. inggris kira2 seperti itu juga. akhirnya kita takut berbhs inggris. tapi itu di desa saya lho, bener! Salam hangat.

  6. Jadi inget waktu make google translate, ngaco abis terjemahannya.. Apalagi yg spesifik kayak kerjaan Uni, jadi apa ya…

  7. hikhik kalo urusan bahasa, nyerah aku. bahasa indonesiaku buruk sekali. english juga english preman wkekekkekek kadang aku tau bhs inggrisnya, tapi disuruh nerjemahin ke indonesia, gak bisa 😀

  8. yo.. uni. translating itu susah. apalagi kalo istilah2 tertentu dari bhs indonesia / kata serapan dari bahasa daerah. tapi yg penting semangat & usahanya. malaikat juga tau ! ^_^

  9. hebat, kalo aku cuma bisa baca bahasa inggris tentang programming atau seputar IT, bahasanya gak ribet, standart2 aja.. toh kalo pun bingung baca “Code” nya. 😀

    jadi inget baca buku IT terjemahan, berhari-hari bingung maksudnya apa. aneh2 diterjemahinnya ke indonesia-nya, kenapa juga mouse harus diganti jadi tetikus (maksa baget!) atau download dengan mengunduh.

    belum pernah terjemahin apapun hahahaha…
    pernah gaya-gaya beli novel bahasa inggris, baru 3 halaman dah nyerah. hahaha..
    soalnya cari terjemahannya gak ada, jadi nekad beli
    minta tolong terjemahin bisa gak?

  10. menerjemahkan english ke bahasa itu berat, dan jauh lebih berat lagi sebaliknya.

    mari berdo’a, mudah2an kelak dunia hanya punya satu bahasa. kekna sih gitu, karena setiap hari, konon ada satu bahasa yang punah, karena tidak dituturkan lagi.

  11. Lah Mbak Imey… Lain kali kalo ada job translation kayak gini, kasih saya aja ya… Kebetulan anak kehutanan dan pernah juga jadi translator di salah satu LSM Orangutan 😀 SOS-OIC mbak… Pasti mbak tau… 😀

  12. secanggih2nya alat buatan manusia, tidak akan bisa melebihi ‘alat’ buatan Yang Maha Esa. Iya to ?? 😉

Tinggalkan Balasan ke Wempi Batalkan balasan